Jumat, 04 Februari 2011

Dr Eka Julianta : Tinta Emas di Kanvas Dunia

Semangatku tuk menggapai mimpi lebih tinggi lagi semakin bertambah, setelah membaca halaman terakhir buku biografi Dr Eka berjudul "Tinta Emas di Kanvas Dunia". Usaha dan kerja keras beliau di masa-masa sulit untuk menimba ilmu di luar negeri serta menjalin hubungan yang baik dengan para Professor dari Negeri Sakura, memberi energi baru bagi saya untuk kembali menata cita-cita yang tertunda.

Dr Eka Julianta Wahjoepramono Sp BS, kelahiran Klaten, 27 Juli 1958. Dia salah seorang dokter ahli bedah saraf yang masih terbilang langka di Indonesia. Dia sudah menemukan teknologi baru operasi bedah saraf otak, yakni melalui hidung yang disebutnya dengan Trans Clival. Selama kurun waktu 10 tahun, dr Eka sudah menangani operasi 2.839 penderita, dan hanya 2 persen yang gagal dengan berbagai alasan medis.

Prestasi membedah otak berawal pada 20 Februari 2001, ketika Ardiansyah, warga Merak, Banten, datang dalam kondisi kritis. Buruh nelayan berusia sektiar 20 tahun saat itu datang dalam kondisi saraf-saraf lumpuh, kaki dan tangan lumpuh, mata pun melotot, napas tersengal-sengal. Setelah didiagnosa, Ardiansyah ini terkena tumor kavernoma yang telah pecah di pons atau batang otak.
Bentuknya mirip buah arbei. Ukurannya sebesar kelereng. Namun, benda kecil yang bentuknya menarik itu harus dienyahkan karena ia adalah tumor jinak yang bersarang di batang otak,tempat berkumpulnya seluruh saraf manusia. Gara-gara "buah arbei" itulah Ardiansyah, si pemilik tumor ini, tak pernah lepas dari berbagai penderitaan yang mulai dirasakannya. Kepala puyeng, tubuh kesemutan, tangan dan kaki lemas. Tak hanya itu, suara lajang 21 tahun itu juga terdengar sengau dan susah dipahami.
Titik balik penderitaan Ardiansyah dimulai ketika tim dokter RS Siloam Gleneagles berhasil mengoperasi tumor pembuluh darah (cavernous angioma) di batang otaknya. Sebuah operasi yang rumit dan penuh risiko. Kerumitan itu tidak lepas dari peran sentral batang otak, yang meyimpan seluruh saraf. Di sinilah berkumpul pusat saraf pernapasan, peredaran darah, pengatur suhu, gerak motorik dan sensorik, ataupun sistem kesadaran manusia (ascending reticular system). Jika operasi tidak dilakukan ekstrahati-hati, sedikit kesalahan saja sudah bisa membuat pasien cacat berat atau malah tidak pernah bangun selamanya. Sebab itu, Dr. Eka Julianta Wahjoepramono, ahli bedah saraf yang menangani Ardiansyah, mengatakan, "Batang otak sering disebut the untouchable place, yang tak seorang pun berani menyentuhnya."

Setelah berhasil mengangkat tumor dari batang otak, pemilik nama kecil Tjio Tjay Kian itu ditahbiskan sebagai pakar bedah saraf, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia internasional. Perguruan tinggi kaliber internasional, seperti Universitas Harvard, Amerika Serikat; Universitas Toronto, Kanada; dan Universitas Melbourne, Australia, mengundangnya untuk memberi kuliah tentang bedah saraf. Ketiganya memberikan gelar visiting professor kepada Eka. Tak hanya Eka yang puas dengan operasi itu. Lebih-lebih lagi adalah Ardiansyah sendiri. Yatim piatu yang tinggal di kawasan Merak, Banten, ini tak hanya terbebas dari penyakitnya, tapi juga tak perlu terbebani biaya operasi, yang seluruhnya bisa mencapai Rp 20 juta. Menurut Eka, yang juga Ketua Siloam Brain Foundation, seluruh biaya itu memang ditanggung yayasannya. Tidak hanya Ardiansyah, pasien tidak mampu lain yang menderita tumor di otaknya juga bisa mendapat pelayanan yang sama.

Berikut alamat RS Siloam Gleneagles :
Siloam Hospitals Lippo Village
Jl. Siloam No. 6, Lippo Karawaci 1600, Tangerang
Telp: 021-546 0055

Rabu, 02 Februari 2011

Crop Circle 101

Untuk lebih mempermantab dan menambah sedikit pengetahuan tentang fenomena crop circle ini, saya coba tuk menampilkan salah satu penampakan crop circle di Wiltshire County, Inggris. Crop circle ini ditemukan di ladang gandum milik petani setempat, dia menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan akses masuk bagi siapapun ke ladang gandumnya. Ia sangat terkejut ketika menemukan crop circle di keesokan harinya.



Sulit dinalar bahwa manusia membuatnya dalam waktu beberapa jam dalam kondisi gelap, namun terlepas dari semua itu, crop circle adalah mahakarya seni yang sangat indah.



Fenomena Crop Circle

Masyarakat yang bermukim di Yogyakarta khususnya, digemparkan oleh adanya fenomena crop circles dengan diameter sekitar 70 meter pada Minggu pagi 23 Januari 2011 yang diyakini merupakan jejak yang ditinggalkan UFO (Unidentified Flying Object/Obyek yang tidak teridentifikasi) atau ada yang menyebut alien. Beberapa hari kemudian ditemukan juga di Dusun Wanujoyo, Kabupaten Bantul dengan diameter 50 meter.
Coba kita tengok penampakan fenomena ini :

Seperti yang ada di Sleman, hingga jam dua belas malam, warga tidak melihat ada yang janggal, aneh atau mencurigakan di sawah mereka. Mereka saat itu duduk-duduk di luar rumah. Keesokan harinya sudah muncul crop circle tersebut. Sulit dipercaya bahwa manusia membuatnya dalam waktu beberapa jam dalam kondisi gelap dan tanah persawahan yang cenderung basah. Padi yang ada rebah dan tidak kotor kena lumpur, di mana kalau prosesnya diinjak-injak, tentu akan tampak lumpur berlepotan.

Apakah itu "Crop Circle"? Menurut Wikipedia Indonesia;

"Lingkaran tanaman (bahasa Inggris:Crop circles) adalah suatu pola teratur yang terbentuk secara misterius di area ladang tanaman, seringkali hanya dalam waktu semalam. Fenomena ini pertama kali ditemukan di Inggris pada akhir 1970, dengan bentuk pola-pola lingkaran sederhana. Pada masa-masa setelahnya, pola ini cenderung bertambah rumit dan tidak terbatas hanya pada lingkaran semata. Namun karena mengacu pada asal-usulnya, maka istilah Crop Circles ini masih dipertahankan.